Hal yang paling menarik saat berkunjung ke suatu daerah adalah melihat langsung kesenian tradisional yang ada di daerah tersebut. Sama halnya dengan kunjunganku kemarin ke Pangandaran.
BADUD ini kesenian tradisional yang dimainkan dengan alat musik dondok dan angklung.
Pak Edi Supriadi, Kepala Desa Margacinta menjelaskan tentang kesenian Badud kepada rombongan kami yang pagi itu berkunjung ke kantornya.
Kesenian BADUD ini juga sudah tampil di Belanda, bapak ibu sekalian. Cuma sayangnya ketika kami tampil disana, alat musik yang kami bawa ditinggal disana karena orang Belanda tertarik untuk memilikinya. Jadilah waktu itu pemain Badud pulang ke Indonesia tanpa membawa alat musiknya.
Mendengar cerita beliau tentang kesenian Badud yang sudah pernah tampil di negeri Tulip, sungguhlah kami sangat antusias untuk dapat melihat langsung pertunjukan Badud. Apalagi Dusun Margajaya, Desa Margacinta ini dikenal dengan kampung Badud. Badud yah bukan Badut!.
BADUD adalah kesenian panen raya yang dimainkan dengan Dogdog (alat musik pukul dari jawa barat) dan angklung.
Awalnya kesenian Badud ini hanya sebagai hiburan rakyat saja dan dimainkan saat warga menggelar hajatan seperti syukuran sebelum dan sesudah panen, pernikahan dan sunatan.
Dalam sebuah pementasan seni Badud, dibutuhkan kurang lebih 20 orang pemain yang semuanya harus laki - laki. Ada lima tokoh utama yang harus ada dalam kesenian Badud ini yakni dua orang manusia yakni kakek dan nenek, beserta tiga hewan yang sering menggangu saat panen yakni harimau, monyet dan babi hutan. Tak lupa disiapkan pula sesajen saat pentas Badud akan dimulai.
Khusus yang berperan sebagai hewan, harimau, monyet dan babi hutan, biasanya adalah orang - orang yang kuat jasmani dan rohani serta taat beragama. Karena memainkan peran hewan ini bisa membuat "kesurupan".
Kalau dulu roh roh leluhur bisa masuk kedalam pentas ini. Bahkan tak jarang pula setiap pentas, pemain yang bertugas menjadi hewan akan mengalami kesurupan. Mungkin karena terlalu mendalami peran dengan kostum hewan yang dimainkan atau mungkin karena sesajen yang juga disediakan saat pentas.
Kira - kira sajennya berisi ayam, kembang beraneka warna, ketupat dan juga berbagai minuman.
Saat pentas Badud berlangsung memang disiapkan sesajen yang sudah 'dibacakan' doa dan juga disediakan telur mentah sebagai bagian penting dalam pentas Badud.
Pentas Badud ini sangat menghibur dengan jalan cerita yang menampilkan sosok kakek nenek dengan topengnya. Tingkah keduanya sukses membuat semua penonton tertawa. Mulai dari gerak geriknya hingga wajah yang tergambar di topeng.
Terlihat aktifitas yang dilakukan kakek dan nenek ini yakni membasmi hama dan berkebun.
Kemudian yang bikin menarik adalah saat munculnya sosok -sosok hewan penggangu saat musim panen. Satu persatu hewan munculk mulai dari harimau, babi hutan dan monyet.
Karena saking mendalami peran, sosok - sosok hewan ini terbawa suasana dan bertingkah seperti hewan yang diperagakan. Tak ayal semua penonton dibuat sedikit ketakutan saat hewan - hewan ini rebutan mengambil telur mentah yang disiapkan. Belum lagi mereka pun merusak apa saja yang ada di depan mereka.
Makanan dan minumanku pada rusak semua 👀.
Seni Badud ini mencerminkan filosofi dan hiburan rakyat yang tentunya seni ini lahir membawa nilai. Semoga seni Badud ini tak redup karena pengaruh budaya luar. Seni Badud harus tetap hidup !.
Untuk kalian yang berkunjung ke Pangandaran, sempatkanlah untuk mampir sejenak ke Desa Margacinta demi melihat kesenian Badud ini.
*Perjalanan ini merupakan rangkaian kegiatan Famtrip Festival Milangkala bersama Pesona Indonesia
No comments
Post a Comment