Mata saya tertuju pada satu sosok pria berseragam hijau muda siang itu. Perawakannya yang ramah membuat saya penasaran akan sosok beliau. “Sampahnya ditaroh di sini aja mbak. Nanti kita yang bersihkan”, tegurnya kala itu saat saya hendak membersihkan kotak snack yang isinya sudah ludes karena perut sudah keroncongan.
Tak berapa lama pria
itu menghampiri rombongan kami lengkap dengan pulpen dan buku kecilnya, seakan
siap mencatat berita dari narasumber.
“Teman
– teman, perkenalkan ini Pak Suparjo. Beliau dari tadi penasaran, teman – teman
ini siapa. Katanya Blogger itu apa,” ucap salah satu
teman seangkatan pria tersebut.
“Habisnya
Bapak Suparjo ini dari tadi nanya ke saya, kok mereka pada nenteng–nenteng
kamera semua. Kan bukan wartawan yah,” ujarnya lagi.
“Blogger
itu orang yang punya blog maupun website dan menuliskan ceritanya di dalam blog
mereka, Pak. Nanti nih ya, Bapak bisa baca cerita yang kami tuliskan di blog
mengenai kunjungan kami kesini,” ujar salah satu perwakilan
dari rombongan kami.
“Siapa
saja bisa jadi blogger lho, Pak. Bapak juga bisa,”
kataku yang kemudian dibalas dengan senyuman malu – malu dari beliau.
Saya baru tahu kalau
sosok yang sedari tadi saya perhatikan, bernama Suparjo. Beliau adalah salah
satu petani
kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi
Petani Sawit Swadaya Amanah. Dari perawakannya terlihat sekali kalau
Bapak ini tipe pembelajar hebat. Terlihat dari pulpen dan buku kecilnya, saat mencatat
beberapa hal yang kami bicarakan seputar definisi blogger.
Peribahasa yang
berbunyi “Tak Ada Kata Terlambat untuk Belajar” seakan menggambarkan contoh
nyatanya. Pak Suparjo misalnya. Semangatnya untuk maju dan melek akan hal – hal
baru patut diacungi jempol.
Pak Suparjo adalah
satu dari banyaknya petani kelapa sawit yang bermitra dengan Asian Agri. Asian
Agri membangun kemitraan
dengan petani sawit swadaya dalam mengelola
perkebunan sawit secara berkelanjutan
serta tak lupa meningkatkan
kesejahteraan petani.
Banyak sekali manfaat
yang dirasakan oleh petani kelapa sawit swadaya semenjak bergabung bersama
Asian Agri, kemudahan dalam antrian tandan buah segar (TBS), jaminan penerimaan
buah, kemudian petani juga dipermudah untuk mendapatkan pupuk, dan tak kalah
penting, Asian Agri siap membina
petani swadaya sehingga harkat, martabat dan perekonomiannya terangkat.
Sebelum mengobrol
dengan Pak Suparjo dan rekannya yang tergabung dalam Asosiasi Petani Sawit
Amanah, saya dan rombongan pagi itu sudah lebih dulu disambut oleh Pak Gurusinga
dan beberapa bapak petani Plasma yang sudah bekerjasama dengan Asian Agri.
Memang tak gampang
untuk memutuskan replanting
kebun sawit. Replanting sendiri artinya mengganti pohon sawit yang usianya
sudah 25 tahun atau lebih. Kenapa harus di replanting ? Tentunya replanting
dilakukan agar nantinya sawit lebih produktif lagi. Karena sawit yang sudah
terlalu tua tidak optimal lagi hasil produksinya.
Saat replanting
dilakukan, tentulah petani ini memiliki aktifitas lainnya. Ada yang memilih
berkebun, beternak, maupun berdagang. Hasilnya yah alhamdulillah bisa memenuhi
kebutuhan hidup sehari – hari tentunya ucap Pak Tulus, salah satu petani plasma
yang hadir pada pertemuan pagi itu.
Cuaca pagi itu
lumayan bersahabat. Sedikit hangat tapi ndag bikin baju basah karena keringat.
Seakan mentari memberi kelonggaran bagi kami untuk dapat leluasa menengok kebun
sawit milik petani.
Dalam perjalanan
keliling kebun sawit kemarin juga kami melihat kebun yang berisi bibit sawit.
Hamparan hijau bibit sawit itu nantinya setelah ditanam selama tiga puluh enam
bulan sudah siap untuk dipanen.
Salah satu hal yang paling berkesan saat berkunjung ke kebun sawit adalah melihat hamparan sawit yang masih bibit dan yang sudah menjai pohon sawit. Dalam kunjungan ke kebun sawit kemarin juga, saya jadi tahu bagaimana cara petani sawit disana dalam membasmi hama yang tentunya mengganggu tanaman sawit mereka.
Untuk mengatasi hama
di kebun sawit, dibiakkan hewan sejenis serangga, beberapa tanaman, dan juga
burung hantu. Bahkan setiap 25 hektar luas dari kebun disini dibuatkan satu
rumah burung hantu. Burung hantu disini bertugas untuk menangkap tikus yang
tiap malam sering mampir dan menganggu tanaman sawit.
Perjalanan singkat
kami di kebun sawit kemarin diakhiri dengan menengok proses
pengolahan limbah sawit yang letaknya tak terlampau jauh dari kebun
sawit. Dan yah berada di proses pengolahan limbah lagi lagi mengingatkan saya
akan jaman kuliah menjadi mahasiswa Teknik industri, aroma khas limbah yang
rasanya sudah bersahabat dengan indera penciuman ini.
Dari kunjungan ke
perkebunan kelapa sawit kemarin, sedikit banyak saya tahu tentang dunia
perkebunan. Dan ikut merasakan bagaimana perjuangan bapak – bapak petani plasma
hingga petani
sawit swadaya dalam mengelola kebun sawit mereka.
Tak ada hasil yang
mengkhianati usaha, untuk perjuangan dan kerja keras bapak–bapak petani yang
tergabung dalam Asosiasi Petani Swadaya Amanah misalnya. Kalau saja mereka
tetap bersikeras menjual hasil kebun sawitnya ke tengkulak, mungkin saja
perekonomian mereka tidak se-stabil sekarang.
Seperti kata Pak
Suparjo, Asian Agri sangat membantu dalam mengangkat
harkat dan martabat serta perekonomian petani swadaya. Kenangan akan Pak
Suparjo sang petani si pembelajar handal dan Pak Tulus yang tulus bekerja, akan
selalu kami ingat. Sampai jumpa lagi Pekanbaru. Suatu hari nanti kami semua
akan kembali lagi untuk melihat hal – hal baru yang ada di Pekanbaru.
No comments
Post a Comment